Ini kisah perjuangan ku berdamai dengan virus ini. Menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, beberapa hari sebelumnya aku mengalami pilek. Aku kira karena cuaca, mengingat hujan terus turun setiap hari. Sampai pada suatu siang yang pada hari itu hujan memang turun sepanjang hari dari pagi, aku bangun dan bersiap kembali ke kantor. Saat menyemprotkan parfum, aku ga nyium sama sekali bau parfum ku. Aku kira awalnya otak aku masih lemot merespon, kan biasanya kalau bangun tidur dalam kondisi kaget.. otak kayak butuh ngeproses gitu loh. Soalnya sebelumnya aku masih bisa nyium bau mouthwash. Makanya aku ga yang panik banget. Apalagi indra perasa dan nafsu makan ku baik-baik saja.
Keesokan harinya muncul keraguan. Pagi hari pas bangun
tidur, persis kayak kemarin siang.. aku ga bisa nyium kembali. Aku udah yang
curiga ke arah sana meskipun anosmia ku hilang-muncul-hilang-muncul. Karena
posisinya aku lagi tinggal di rumah nene, yang tetangga kanan – kiri nya
bergejala Covid semua. Namun yang menyedihkannya, semua dari mereka bersikap denial dan tetap menjalankan hidup
seperti biasanya. Ditambah larangan buat aku untuk melaksanakan tes. That’s the hardest thing for me to face it. Rasanya
kayak kesal dan mau marah, bisa-bisanya mereka lakuin itu. Sedangkan aku worry banget kalau aku kena dan aku pada
akhirnya mengenakan ke orang lain. Butuh waktu satu hari untuk aku menguatkan
niat aku, memastikan bahwa aku bisa menerima apapun hasilnya, dan cara untuk
menyimpan rahasia dari orang-orang sekitar ku yang kemungkinan bakal kepikiran
karena hal ini.
Hari sabtu pagi, aku pergi ke faskes setempat. Sebelumnya
aku sudah janjian melalui seorang teman. Jujur ternyata rasanya begitu ya rapid
dan PCR untuk keperluan check up
kesehatan. Berbeda rasanya sama rapid untuk keperluan non-medis. Intinya aku
udah pasrah aja diapain dan begimana hasilnya. Setelah menunggu 15 menitan..
aku dinyatakan reaktif. MasyaAllah begitu ya rasanya, udah menebak iya dan
alhamdulillah masih bisa cool kayak biasanya. Aku merasa dorongan teman dan
adek aku saat itu luar biasa, setelah aku tau hasilnya pun.. aku bersyukur
karena Allah aku sudah berani mengambil keputusan yang tepat. I realize that preparing ourself for the
biggest possibility is the best choice which I can do for myself and others
cause of Allah.
Perjalanan proses isolasi mandiri ku dimulai sejak tau hasil
itu. Jujur ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Alhamdulillah aku
termasuk orang tanpa gejala, secara fisik aku sehat. Bahkan semenjak aku tau
aku reaktif dan positif terpapar Covid19, pilek dan anosmia ku hilang. Namun
ternyata, aku diuji secara mental. Dari awal bilang ke seseorang bahwa rasanya
kayak ga nyangka tetapi ini bener-bener ada. Untuk seseorang yang aktif
beraktifitas sepertiku, isoman bukan hal yang mudah. Mengasingkan diri dari
kegiatan luar, meskipun aku tinggal di rumah keluarga yang berarti I’m not really alone here. Ini semua
butuh perjuangan. Oya, akhirnya orang tua ku tau aku terpapar karena sehari
setelah mengetahui hasil.. tekanan mental yang ga berasa ada di pikiran membuat
maag kronis ku kambuh dan mesti dilarikan ke rumah sakit. Makanya aku akhirnya
kembali ke rumah Banjarbaru. MasyaAllah Alhamdulillah di hari ke-sembilan ini,
aku dalam kondisi sehat dan siap kembali beraktifitas. Aku benar-benar kecil
kalau bukan karena Allah SWT, Orang tua, Adek, dan beberapa teman dekat yang ga
ada henti-hentinya mendukungku.
Ya Rabb, tiada daya upaya dari kami selain karena kuasaMu..
Komentar
Posting Komentar